Sabtu, 18 Januari 2014

POTRET WAJAH PENDIDIKAN BANGSA & PEMBODOHAN TERSISTEM

(1.1) pembodohan tersistem
Dalam pembahasan kali ini, saya akan mengulas tentang bagaimana proses pendidikan dinegara kita, sudut pandang serta penerapannya dikeseharian dalam hal pendidikan, hingga berdampak pada perekonomian dan banyak hal.
Jika orientasi pendidikan dinegara ini tak lain hanyalah untuk mencetak tenaga kerja guna kepentingan industri dan membentuk mentalitas pegawai, maka dalam hal ini sudah dapat dipastikan katakanlah hingga beberapa tahun ke depan yang akan dihasilkan adalah jutaan calon penganggur.

Pendidikan?
Kira-kira dalam hal ini apa yang ada dalam pikiran anda jika saya membahas mengenai hal yang satu ini?
Berikut adalah jawabannya:
OBRAL IJAZAH, JUAL BELI NILAI, KURIKULUM TAK MANTAP, GURU TAK BERKUALITAS, DAN ORIENTASI BISNIS DALAM PENDIDIKAN MENJADI KEBIASAAN YANG LUMRAH DALAM DUNIA PENDIDIKAN KITA



Beberapa hal di atas adalah suatu hal yang bisa dikatakan sudah tidak asing lagi bagi kita tentunya. Dan dalam hal ini, pastilah kita merasakan betul semua kejadian (hal) tersebut,

namun dalam hal ini sebenarnya hal apa yang terjadi pada sistem pendidikan di negara kita?

adakah suatu hal terselubung dibalik sistem pendidikan di negara kita? Yang bahkan hingga saat ini dampak dari lemahnya pendidikan kita pun secara tidak langsung membentuk pola fikir terbelakang (tidak berkembang).
Bayangkan saja terkadang kita masih sering menemui doktrin-doktrin dari keluarga, kerabat maupun teman dekat kita bahwasanya pendidikan itu tidaklah penting, tidak perlu belajar tinggi-tinggi, pun tidak akan membuahkan hasil, toh banyak para cendekia lulusan sarjana yang masih menganggur diluar sana, dan kemudian membandingkan dengan si’fulan yang sudah menjadi konglomerat, toh dia hanya lulusan sd pun bisa jauh lebih baik dibandingkan dengan sang’sarjana yang menanggur.

Apa yang dapat kita petik dari cerita yang satu ini?
Mari kita telusuri kembali hakikat dari pendidikan itu sendiri yaitu sebagai salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan untuk mengolah akal pikirnya dan diperlukannya suatu pola pendidikan yaitu melalui proses pembelajaran. Sehingga wajarlah dalam hal ini negara kita telah jauh tertinggal dari negara-negara tetangga kita lainnya seperti halnya Malaysia, Singapura, dll. Secara tidak langsung juga sebenarnya negara kita telah dijajah oleh mereka negara-negara lain yang jauh lebih maju dari kita terutama dalam hal pendidikannya, karena berbagai hal terkait pembangunan, perbaikan dan hajat lain mengenai bangsa tentu sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh sejauh mana pendidikan tersebut berperan didalamnya, jika didikan terhadap anak bangsa dalam hal ini berjalan baik maka tentulah berbagai hajat menyangkut didalamnya pun akan mengikuti baik pula.

Sekarang mari kita telusuri, beberapa hal yang terjadi pada sistem pendidikan di negara kita ini
·         Pendidikan itu sangat lah penting lagi berguna
Jika kita mendapati komentar dari teman maupun keluarga kita sendiri mengenai pendidikan yang tidak begitu penting yang kemudian mereka membuat sudut pandang mereka sendiri bahwasanya dikampung halaman mereka terdapat seorang konglomerat yang kaya hanya dengan pangkat lulusan sd nya saja, sedang sang’fulan yang satu lagi, dia adalah seorang cendekia sarjana lagi penganggur.
Maka hal apa yang dapat kita kaji dalam hal ini?
Jika kita yang kritis dan memiliki pandangan yang luas akan hal ini, maka kita akan coba kaji kembali, dalam hal ini terdapat 2 kumungkinan yaitu si’fulan sang’konglomerat tersebut, mungkin dia tidak berpendidikan tinggi namun dalam hal ini mungkin dia adalah seorang yang gigih, pekerja keras, ambisius, optimistis, dan berbagai jiwa lainnya yang memang hal tersebut adalah jiwa-jiwa leadership (kepemimpinan), dan pantas lah jika dalam hal ini ia menjadi seorang yang sukses.
Sedang kemungkinan ke2 nya adalah, apa mungkin hal itu bisa terjadi pada semua orang?
Buat perbandingan akan hal tersebut, antara orang yang sukses melalui jalur pendidikan yang tinggi dengan yang tidak berpendidikan tinggi. Tentu kita akan lebih banyak temui orang yang sukses dengan gelar pendidikannya yang tinggi.

Jadi itulah alasan mengapa pendidikan itu penting lagi berguna.
Berikut juga dijelaskan keutamaan orang-orang yang berilmu, diungkapkan Allah dalam ayat-ayat berikut:
" Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu ?'
Sesungguhnya hanya orang-orang berakallah yang dapat menerima pelajaran."
(QS. Az-Zumar : 9)
" Allah mengangkat derajat orang-orang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS. Mujadillah : 11)

·         Pendidikan bukanlah alasan untuk menjadi seorang kuli, kembangkan jiwa kepemimpinan, semangat kemudaan kita generasi bangsa

Dan coba kita renungkan hal yang satu ini
Sekarang saja ada sekitar 750.000 lulusan program diploma dan sarjana yang menganggur. Jumlah penganggur itu akan makin membengkak jika ditambah jutaan siswa putus sekolah dari tingkat SD hingga SLTA. Dan tercatat, sejak 2002 jumlah mereka yang putus sekolah itu rata- rata lebih dari 1,5 juta siswa setiap tahun. Maka dalam hal ini ada sekitar 50 juta anak Indonesia yang tak mendapatkan layanan pendidikan di jenjangnya.
Jadi, untuk apa sebenarnya generasi baru bangsa bersekolah hingga ke perguruan tinggi? Jika jawabannya agar mereka bisa jadi pegawai, sedangkan mereka warga dari negara lain datang berduyun-duyun ke negara kita untuk membangun sebuah perusahaan atau bahkan memperluas cabang usahanya dinegara kita, sedang kita sebagai penghuni aslinya hanya bisa menjadi seorang tenaga kerja (pegawai) disebuah perusahaan asing yang berdiri dinegara kita sendiri. Betapa hal ini sudah menjadi budaya bagi bangsa kita, pemahaman yang keliru mengenai kehidupan sesungguhnya, dan sifat cari aman juga tidak ingin repot dan dibebankan sehingga mereka kebanyakan warga negara kita sudah sangat bangga hanya dengan menjadi seorang kuli sebuah perusahaan, pun sudah sangat bangganya mereka dengan upah 3 s/d 5juta perbulannya tersebut.
  
Maka dalam hal ini, apa yang akan terjadi beberapa tahun kedepan pada bangsa ini jika mereka, warga negara kita pun para cendekia yang berwawasan luas namun hanya dalam hal teori sudah cukup bangga dengan pekerjaannya sebagai kuli (karyawan). 
Betapa mirisnya hal ini bukan?

Pernah membaca cerita tentang persahabatan antara Ayam dan Elang ? Pekerjaan yang terasa nyaman dan tanpa tuntutan tidak akan membuat anda belajar apa-apa. Menjebak dalam sebuah kenyamanan semu yang sepertinya enak, padahal lambat laun kreativitas kita akan tergerus karena tidak terbiasa dengan berbagai macam tantangan yang baru. Hal ini mungkin akan membuat senang anda di hari ini, tapi di kemudian hari ketika kreativitas anda sudah tidak terlatih lagi?

Tidak ada salahnya pergi mencari pekerjaan baru yang akan mengajarkan anda banyak hal. Sebelum keadaan membuat anda terlalu nyaman tanpa belajar apa-apa.

Sedangkan ayam adalah makhluk kandangan. Ia lebih senang berada pada zona nyaman yang membuat mereka “aman” dengan segala fasilitas yang diberi, yang membuat mereka tetap bisa bermalas-malasan tanpa evaluasi dari pihak lain. 

Untuk itu, janganlah mudah kita dimanjakan keadaan yang lama-lama membuat kita bermental ayam. Terbanglah setinggi mungkin, tangkap peluang secepat kilat dan beranilah mengambil resiko untuk berburu sendirian. Semoga kita semua mampu memelihara elang dalam jiwa kita ^^

Menjawab semua permasalahan diatas, sebenarnya terdapat beberapa akar permasalahan yang jarang banyak orang ketahui mengenai hal yang satu ini, yaitu perihal mengenai “PENILAIAN HASIL BELAJAR SISWA”.
Sebelum mengarahkan pada pembahasan saya akan sedikit jelasakan terkait hal tersebut.
Hasil belajar berdasarkan aspek kognitif, psikomotor dan afektif
Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah yaitu; ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap mata pelajaran selalu mengandung ketiga ranah tersebut. Mata pelajaran praktek lebih menekankan pada ranah psikomotor (EQ), sedangkan mata pelajaran pemahaman konsep lebih menekankan pada ranah kognitif (IQ). Namun kedua ranah tersebut mengandung ranah afektif (ESQ).
Ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan aktivitas fisik, misalnya; menulis, memukul, melompat dan lain sebagainya.

Ranah kognitif berhubungan erat dengan kemampuan berfikir, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, rnemahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan kemampuan mengevaluasi. 

Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
Sedangkan ranah afektif mencakup watak perilaku seperti sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Kemampuan afektif berhubungan dengan minat dan sikap yang dapat berbentuk tanggung jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri, jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri.
Selain itu terjadinya pembodohan tersistem dalam wajah pendidikan bangsa kita

Timbul wacana dalam masyarakat kita bahwa, "jika ingin pintar jangan sekolah, tetapi cukup belajar saja". Pendapat tersebut juga didukung hasil temuan Gardner (1991) dalam bukunya "The Unschooled Mind" yang menyatakan bahwa "banyak siswa yang mengikuti proses pembelajaran di ruang kelas, namun pikirannya tidak tersekolahkan". Dalam hal ini adalah kurangnya didikan terhadap pelajar dinegara kita akan aspek afektif (ESQ) yang mengedepankan moral, akhlak, dan budi pekerti dikeseharian, sehingga tidak jarang banyak terjadinya tawuran antar pelajar yang sering kita temui, pun maraknya tindak KKN dalam dunia politik dinegara kita adalah satu bentuk kurangnya didikan akan aspek afektif (ESQ) dalam dunia pendidikan kita.

Kegiatan persekolahan pada kenyataannya justru hanya melangsungkan praktik pembodohan. Persoalan ini lebih banyak disebabkan oleh orientasi pendidikan kita yang cenderung memperlakukan peserta didik sebagai objek atau klien. Guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam hal ini. 
Kenyataan ini sangat bertentangan dengan kondisi psikologis peserta didik. Menurut Martin Seligment dalam Stolz (2003), proses transfer pengetahuan kepada siswa akan efektif jika melalui "gaya belajar" siswa sendiri. Konsekuensinya, gaya mengajar guru harus disesuaikan dengan gaya belajar siswa tersebut. Tetapi kenyataannya, dalam pembelajaran di kelas justru siswa lah yang harus susah payah menyesuaikan dengan gaya mengajar guru. Akibatnya, siswa cenderung tertekan dan belajar dalam kondisi yang tidak menyenangkan.

Kembali pada sistem pendidikan dinegara kita, yang secara tidak sadar menuntun kita pada ketidak cintaan kita terhadap dunia pendidikan itu sendiri, pun terjadinya pembodohan tersistem didalamnya yaitu berupa mentalitas pegawai yang secara tidak langsung mereka coba tanamkan pada generasi bangsa kita.
Melalui penilaian hasil belajar pun dalam hal ini sudah dapat kita ketahui
Coba kita fikirkan mengenai berbagai ajang olimpiade yang sering anak bangsa kita ikuti dan menangkan pada kompetisi didalamnya, sungguh suatu hal yang membanggakan, namun sungguh miris. Loh? Kenapa bisa dikatkan miris?
Coba kita kaji kembali mengenai ketiga aspek dalam penilaian hasil belajar tersebut, mana yang lebih negara kita kembangkan dalam pelaksanaannya?
Tentu jawaban kita pasti adalah aspek kognitif (IQ) nya. Singkat kata negara kita adalah negara yang cerdas akan TEORI namun buruk akan ACTION, nol besar dalam hal prakteknya, jika dikatakan anak bangsa kita banyak yang memenangkan lomba dalam kejuaraan olimpiade fisika, kimia, matematika dan lain sebagainya, mengapa dalam hal ini negara kita hingga saat ini belum menemukan seorang ilmuan canggih, kenapa bangsa kita hingga sangat ini masih jauh dari hakikat kata KEMERDEKAAN  itu sendiri.
Jawabannya adalah karena pada sistem pembelajaran dinegara kita yang cenderung mengedepankan aspek kognitif, lebih mengedepankan kecerdasan dalam hal IQ, mengedepankan teori tanpa didasari oleh prakteknya. Dan cenderung mengabaikan aspek psikomotor dan afektif, yang juga sangat berperan penting didalamnya, sebagaimana yang kita ketahui ketiga aspek tersebut saling berkaitan seperti dalam sebuah perumpamaan kognitif adalah teorinya, psikomotor adalah praktek pelaksanaanya, maka afektif adalah penunjang kesuksesan didalamnya berupa sifat sebagaimana mestinya yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu (leadership, jiwa kepemimpinan).

0 komentar:

Posting Komentar

 

Dzaqiyah Tsabat's Blog Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template